Selasa, 19 Juni 2012

http://dl.dropbox.com/u/82240455/kholisa/14.%20KEKERASAN%20GENDER%20DALAM%20WACANA%20TAFSIR%20KEAGAMAAN%20DI%20INDONESIA%20DALAM%20PERSPEKTIF%20ISLAM.pdf

AROGANSI KESUKSESAN

Seorang CEO dari perusahaan Fortune 100 mengatakan, “Sukses bisa membuat kita jadi arogan. Saat kita arogan, kita berhenti mendengarkan. Ketika kita berhenti mendengarkan, kita berhenti berubah. Dan di dunia yang terus berubah dengan begitu cepatnya seperti sekarang, kalau kita berhenti berubah, maka kita akan gagal ”.

Ya.. sisi negatif dari kesuksesan adalah arogansi. Arogansi muncul saat seseorang merasa diri paling hebat, paling luar biasa, dan paling baik dibandingkan dengan yang lainnya bahkan Tuahanpun ditentang. Penyakit mental ini bisa menjangkiti apa dan siapa saja, mulai dari organisasi, Jama’ah, produk, pemimpin, Keluarga, dan orang biasa.

Orang sukses lalu bersombong ria sebenarnya patut disayangkan. Bayangkan saja, saat berjuang keras menggapai kesuksesan, mereka begitu terbuka untuk belajar. Mereka mau mendengarkan. Mereka mau berjerih payah, berani hidup susah, dan mengorbankan diri. Bahkan, mereka tampak sangat ‘merakyat’ hidupnya. Akan tetapi, itu dulu.

Sayang sekali, saat kesuksesan datang, mereka lupa diri. Mungkin dia akan berkata, “Saya sudah berhasil mencapai yang terbaik. Sekarang, Andalah yang harus mendengarkan saya. Saya tidak perlu lagi mendengarkan Anda.” Hal itu diperparah lagi ketika mereka dikelilingi oleh para ‘yes man’ yang tidak berani angkat bicara soal kekurangan orang ini. Hal ini membuat orang itu semakin ‘megalomania’ , pongah, angkuh, dan egois. Ia terbelenggu oleh kesuksesannya sendiri. Ia tidak pernah belajar lagi.

Ada Seorang Pebisnis, dia menceritakan susah payahnya membangun bisnisnya. Cerita yang mengharukan sekaligus heroik ketika dia harus tidur di kolong jembatan saat tiba di Jakarta ketika remaja. Dengan susah payah dia merangkak dari bawah untuk bertahan hidup. Menikah tanpa uang sepeser pun. Hidup di rumah kontrakan kecil. Akan tetapi, dia tidak patah arang. Dia mengamati cara kerja orang sukses, mencontoh, dan memodifikasi sendiri produknya. Sekarang, dia pun berjaya. Tiga pabrik besar ada di genggamannya.

Namun, sayang sekali. Perusahan itu sedang diterpa badai masalah internal. Pemicunya tak lain adalah sikap pemimpin yang arogan. Dia otoriter dan antikritik. “Kalau saya bisa, kalian juga harus bisa,” katanya pongah. Dia pun menolak ide-ide baru. Dia mengelola perusahaan dengan serampangan. Turn over karyawan pun tinggi. Sisanya hanya kelompok para ‘penjilat’ yang tidak berani melawan. Dia menginginkan anak buahnya di-training. Padahal, dia sendiri yang perlu up date diri dengan training.

Arogansi bisa menghampiri siapa saja. Termasuk seorang pendidik, guru, dosen, Ayah, Ibu yang tiap hari memberi sesuatu bagi orang lain.

disini, kita belajar banyak untuk hati-hati. Kesuksesan jangan membuat kita arogan dan cenderung self centered serta tidak mau mendengarkan orang lain. Dunia begitu mengenal sosok Mao, Hitler, ataupun Stalin. Mereka berjuang dari basis bawah menuju pucuk kepemimpinan. Mereka pun berjuang untuk perubahan di masyarakatnya. Idealisme mereka sangat luar biasa. Orang pun dibuatnya kagum. Namun, mereka lupa daratan ketika sukses. Mereka memonopoli kebenaran tunggal alias antikritik dan antipembaruan. Mereka memimpin dengan tangan besi. Korban pun bergelimpangan dari tangannya. Begitu juga dalam sejarah bisnis. IBM yang begitu besar dan terkenal pernah mengalami kemerosotan saat arogansi membekap sikap dan pikiran para pemimpin mereka.

Namun, itulah yang terjadi apabila orang berhenti belajar dan merasa diri sudah selesai. Tanpa dia sadari, lingkungannya terus belajar, berinovasi, dan berkembang. Sementara, dia mandek di posisinya. Akibatnya, kue kesuksesan yang dia peroleh lama-kelamaan menjadi basi. Tanpa sadar, kompetitor mereka bergerak jauh meninggalkan dirinya di belakang. Mereka terjebak dalam retorika, kalimat, jurus yang itu-itu saja alias usang. Arogansi telah menutup hati dan pikirannya untuk kreatif menemukan jurus dan tip-tip baru mempertahankan sekaligus mengembangkan kesuksesannya. Di sinilah, arogansi berujung pada malapetaka dan kehancuran.

Jadi, bagaimanakah agar kesuksesan kita tidak berubah menjadi arogansi?

Pertama- Aware (sadar) dengan sikap dan tingkah laku kita selalu. Meskipun sudah sukses, kita perlu memberi waktu untuk menyadari sikap dan perilaku kita di mata orang lain. Selalulah sadar apakah nada dan ucapan serta tindak tanduk kita sekarang semakin membuat banyak orang lain terluka? Apakah kita masih tetap menghargai orang lain? Apalagi orang-orang yang telah turut membawa Anda ke level sukses sekarang, apakah Anda hargai? Jangan sampai, tatkala masih bersusah payah, kita begitu respek, tetapi setelah sukses justru mencampakkan mereka.

Seseorang dikatakan berhasil bukan sekedar ia sukses akan tetapi ketika orang lain mengatakan ia berhasil dan turut merasakan keberhasilan yang pernah diraihnya. Jadi keberhasilan dikatakan sempurna jika lingkungan sekitar mengatakan ia berhasil dengan cara yang benar dan mereka merasakan berkahnya. Namun sering kali kita lupa untuk intropeksi diri, yang membuat diri ini tumbuh dalam kekurangan rasa emosional dan spiritual.

Kedua- Waspadai umpan balik yang hanya menghibur kita tetapi tidak membuat kita belajar lagi. Hati-hati dengan orang di sekeliling kita yang hanya mengatakan hal bagus, tetapi tidak berani memberikan masukan yang baik. Kadang, masukan negatif juga kita perlukan demi perkembangan, sesukses apa pun kita. Pada dasarnya, setiap orang senang dipuji. Bahkan mereka rela mengeluarkan uang yang banyak hanya untuk dipuji. Namun pujian yang berlebihan justru dapat membuat seseorang semakin jatuh dalam kesombangannya dan ketidakmampuan dirinya melihat kenyataan dalam hidupnya

Ketiga- Awasi dan peka dengan perubahan yang terjadi. Dalam buku Who Moved My Cheese disimpulkan bahwa kita harus selalu mencium keju kita, apakah sudah basi ataukah mulai diambil orang lain. Kita pun harus terus mencium dan peka bagaimana orang lain mengembangkan dirinya serta bisa jadi ancaman bagi kita. Jangan pula merasa diri paling hebat dan lupa belajar.

Keempat- Sopan dan rendah hati untuk belajar dari orang lain.

Sahabat, bentuk arogansi dan keangkuhan adalah symbol dari Iblis dan Fir’aun yang setelah mencapai puncak kesuksesan dan kekuasaan, dia kemudian mengangkat dirinya sederajat dengan Tuhan, dan kita semua tau apa kesudahannya ? BINASA DI DUNIA, NERAKA DI AKHIRAT !

“Pergilah kamu kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas (17) Dan katakanlah (kepada Fir’aun): “Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)”(18) Dan kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar supaya kamu takut kepada-Nya?”(19) Lalu Musa memperlihatkan kepadanya mu’jizat yang besar (20) Tetapi Fir’aun mendustakan dan mendurhakai (21) Kemudian dia berpaling seraya berusaha menantang (Musa) (22) Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya (23) (Seraya) berkata: “Akulah tuhanmu yang paling tinggi” (24) Maka Allah mengazabnya dengan azab di akhirat dan azab di dunia (25).” (QS. An-Nazi’at: 17-25).

“Kemudian Kami utus Musa dan saudaranya Harun dengan membawa tanda-tanda (kebesaran) Kami, dan bukti yang nyata (45) Kepada Fir`aun dan pembesar-pembesar kaumnya, maka mereka ini takabur dan mereka adalah orang-orang yang sombong (46) Dan mereka berkata: “Apakah (patut) kita percaya kepada dua orang manusia seperti kita (juga), padahal kaum mereka (Bani Israil) adalah orang-orang yang menghambakan diri kepada kita?”(47) Maka (tetaplah) mereka mendustakan keduanya, sebab itu mereka adalah termasuk orang-orang yang dibinasakan (48).” (QS. Al-Mukminun: 45-48).

POS UNPK Tahun 2012: UN Paket C Dimulai 9-12 Juli 2012

b6d22d9e0a5916a046f8b5714fa95265_paket-c-di-salaman-1Akhirnya pada 12 juni 2012 Badan Standar Nasional Pendidikan menerbitkan Prosedur Operasi Standar Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan (POS UNPK) sebagai implementasi dari Permendikbud Nomor 35 tahun 2012 tentang Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan (UNPK). Berdasarkan POS UNPK tersebut ujian nasional Program Paket C periode pertama diselenggarakan pada tanggal 9-12 Juli 2012, ujian nasional Program Paket C Kejuruan 9-10 Juli 2012, ujian nasional Program Paket B dan Paket A tanggal 16-18 Juli 2012. Jadwal ujian nasional periode kedua dilaksanakan pada bulan Oktober 2012.

Kelulusan peserta UNPK dari satuan pendidikan Program Paket A, Program Paket B Program Paket C, dan Program Paket C Kejuruan ditetapkan oleh rapat dewan tutor dan pamong pada Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Pembina dengan mempertimbangkan nilai akhir (NA) dan akhlak mulia. Nilai rata-rata laporan hasil belajar (NRLHB) pada satuan pendidikan Program Paket A, Program Paket B, Program Paket C, dan Program Paket C Kejuruan diperoleh dari mata pelajaran yang diujinasionalkan. NRLHB dikeluarkan oleh satuan pendidikan Program Paket A, Program Paket B, Program Paket C, dan Program Paket C Kejuruan yang sudah dicap dan ditandatangani oleh pimpinan satuan pendidikan tersebut serta disahkan oleh Kepala dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

Pengumuman hasil ujian nasional Program Paket C dan Paket C Kejuruan paling lambat 4 Agustus 2012, sedangkan ujian nasional Program Paket A dan Program Paket B diumumkan paling lambat tanggal 11 Agustus 2012.

Berikut ini dapat diunduh POS UNPK Tahun 2012 dan Kisi-Kisi UNPK.

keaksaraan

PPTku

PLSku

Berkaitan dengan pengertian pendidikan terdapat perbedaan yang jelas antara pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Sehubungan dengan hal ini Coombs (1973) membedakan pengertian ketiga jenis pendidikan itu sebagai berikut:

Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, bertingkat/berjenjang, dimulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya; termasuk kedalamnya ialah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan latihan professional, yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus.

Pendidikan informal adalah proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan termasuk di dalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan, dan media massa.

Pendidikan nonformal ialah setiap kegiatan teroganisasi dan sistematis, di luar sistem persekolahan yang , dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mancapai tujuan belajarnya.

Ketiga pengertian di atas dapat digunakan untuk membedakan program pendidikan yang termasuk ke dalam setiap jalur pendidikan tersebut. Sebagai bahan untuk menganalisis berbagai program pendidikan maka ketiga batasan pendidikan di atas perlu diperjelas lagi dengan kriteria yang dapat membedakan antara pendidikan yang program-programnya bersifat nonformal dengan pendidikan yang program-programnya bersifat informal dan formal. Perbedaan antara pendidikan yang program-programnya bersifat nonformal dan informal dapat dikemukakan sebagai berikut. Pendidikan yang program-programnya bersifat nonformal memiliki tujuan dan kegiatan yang terorganisasi, diselenggarakan di lingkungan masyarakat dan lembaga-lembaga, untuk melayani kebutuhan belajar khusus para peserta didik. Sedangkan pendidikan yang program- programnya bersifat informal tidak diarahkan untuk melayani kebutuhan belajar yang terorganisasi. Kegiatan pendidikan ini lebih umum, berjalan dengan sendirinya, berlangsung terutama dalam lingkungan keluarga, serta melalui media massa, tempat bermain, dan lain sebagainya.

Apabila kegiatan yang termasuk pendidikan yang program-programnya bersifat informal ini diarahkan untuk mencapai tujuan belajar tertentu maka kegiatan tersebut dikategorikan baik ke dalam pendidikan yang program-programnya bersifat nonformal maupun pendidikan yang program-programnya bersifat formal.

Kleis (1974) memberi batasan umum bahwa pendidikan adalah sejumlah pengalaman yang dengan pengalaman itu, seseorang atau kelompok orang dapat

memahami sesuatu yang sebelumnya tidak mereka pahami Pengalaman itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang atau kelompok dengan lingkungannya. Interaksi itu menimbulkan proses perubahan (belajar) pada manusia dan selanjutnya proses perubahan itu menghasilkan perkembangan (development) bagi kehidupan seseorang atau kelompok dalam lingkungannya.

Proses belajar itu akan menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif (penalaran, penafsiran, pemahaman, dan penerapan informasi), peningkatan kompetensi (keterampilan intelektual dan sosial), serta pemilihan dan penerimaan secara sadar terhadap nilai, sikap, penghargaan dan perasaan, serta kemauan untuk berbuat atau merespon sesuatu rangsangan. Proses perubahan (belajar) dapat terjadi dengan disengaja atau tidak disengaja.

Pandangan lain tentang pendidikan dikemukakan oleh Axiin (1974), yang membuat penggolongan program-program kegiatan yang termasuk ke dalam pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan menggunakan kriteria adanya atau tidak adanya kesengajaan dari kedua pihak yang berkomunikasi, yaitu pihak pendidik (sumber belajar atau fasilitator) dan pihak peserta didik (siswa atau warga belajar). Pandangan pendidikan

yang dikemukakan oleh Axinn ini tertuang dalam bentuk tabel:

PENDIDIKPESERTA DIDIK BERSENGAJA TIDAK BERSENGAJA
BERSENGAJA Pendidikan sekolah atauPendidikan luar sekolah Kegiatan belajardiarahkan diri sendiri

(self-directed learning)

TIDAK BERSENGAJA Pendidikan informal Belajar secara kebetulan(incidental learning)

Melalui tabel di atas dapat kita ketahui bahwa dengan adanya kesengajaan dari kedua pihak dalam proses pembelajaran merupakan ciri utama pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Pendidikan luar sekolah dan pendidikan sekolah mempunyai ciri umum yang sama, yaitu adanya kegiatan yang disengaja dan terorganisasi. Dan keduanya merupakan subsistem dari pendidikan nasional.

Dengan membandingkan karakteristik pendidikan sekolah terhadap karakteristik pendidikan luar sekolah (Ryan, 1972:11), sebagai ilustrasi, di satu pihak, pendidikan sekolah memiliki program berurutan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan dan dapat diterapkn secara seragam di semua tempat yang memiliki kondisi sama. Di pihak lain, pendidikan luar sekolah mempunyai program yang tidak selalu ketat dalam penyelenggaraan programnya. Program pendidikan sekolah memiliki tingkat keseragaman yang ketat, sedangkan program pendidikan luar sekolah lebih bervariasi dan lebih luwes.


Senin, 18 Juni 2012


A. Judul
Dengan Kearifan Budaya Lokal (Kebijaksanaan) Kita Bentuk Karakter Generasi Penerus Bangsa

B. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini kita tahu bahwa manusia tidak bisa lepas dari pendidikan. Manusia hidup terus berproses dan berkembang menuju lebih baik untuk mencapai itu salah satunya adalah dengan pendidikan. Pengertian pendidikan itu sendiri menurut Kihajar Dewantara adalah memnuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak – anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi – tingginya. Atau jika diartikan secara sederhana oleh kita pendidikan yaitu usaha sadar dan terencana untuk menciptakan suatu poses pembelajaran yang aktif dengan mengembangkan potensi dirinya dan sumber daya yang ada. Pendidikan membawa manusia lebih baik, baik dari segi moral ataupun ekonomi dari segi pemikiran ataupun tindakan. Seperti halnya tercantum dalam Undang-undang dasar 1945 “Bahwa pendidikan adalah hak segala bangsa” itu telah membuktikan betapa pentingnya porsi pendidikan untuk kemajuan bangsa.
Dan disini manusia mempunyai kapasitas untuk menyerap apa yang terjadi di sekelilingnya, selanjutnya menganlisis dan menafsirkan baik sebagai hasil pengamatan maupun pengalaman, yang pada gilirannya dapat digunakan untuk meramalkan ataupun sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Jadi pengetahuan merupakan keluaran dari proses pembelajaran, penjelasan berdasarkan pemikiran dan persepsi mereka. Namun demikian dalam tataran falsafah ilmu, pengetahuan bukanlah merupakan kebenaran yang bersifat mutlak atau hakiki.
Pengetahuan sendiri tidak mengarah ke suatu tindakan nyata. Di balik pengetahuan atau di sisi pengetahuan dalam masyarakat ada norma budaya atau kewajiban yang dapat mempengaruhi arah keputusan yang diambil baik kemudian bersifat positif maupun negatif. Sementara kearifan adat dipahami sebagai segala sesuatu yang didasari pengetahuan dan diakui akal serta dianggap baik oleh ketentuan agama. Adat kebiasaan pada dasarnya teruji secara alamiah dan niscaya bernilai baik, karena kebiasaan tersebut merupakan tindakan sosial yang berulang-ulang dan mengalami penguatan (reinforcement). Apabila suatu tindakan tidak dianggap baik oleh masyarakat maka ia tidak akan mengalami penguatan secara terus-menerus. Pergerakan secara alamiah terjadi secara sukarela karena dianggap baik atau mengandung kebaikan.
Namun secara filosofis, kearifan lokal dapat diartikan sebagai sistem pengetahuan masyarakat lokal/pribumi (indigenous knowledge systems) yang bersifat empirik dan pragmatis. Bersifat empirik karena hasil olahan masyarakat secara lokal berangkat dari fakta-fakta yang terjadi di sekeliling kehidupan mereka. Bertujuan pragmatis karena seluruh konsep yang terbangun sebagai hasil olah pikir dalam sistem pengetahuan itu bertujuan untuk pemecahan masalah sehari-hari (daily problem solving).
Seperti hanya di ungkapkan dalam Permendagri Nomor 39 Tahun 2007 pasal 1 mendefinisikan budaya daerah sebagai “suatu sistem nilai yang dianut oleh komunitas atau kelompok masyarakat tertentu di daerah, yang diyakini akan dapat memenuhi harapan-harapan warga masyarakatnya dan di dalamnya terdapat nilai-nilai, sikap tatacara masyarakat yang diyakini dapat memenuhi kehidupan warga masyarakatnya”. Dari definisi-definisi itu, kita dapat memahami bahwa kearifan lokal adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan pengetahuan itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan itu dari generasi ke generasi oleh karena itu dapat diklalifikasiskan sebagai berikut, :
1. Jenis Kearifan Lokal
a) Tata kelola,berkaitan dengan kemasyarakatan yang mengatur kelompok sosial (kades).
b) Nilai-nilai adat, tata nilai yang dikembangkan masyarakat tradisional yang mengatur etika.
c) Tata cara dan prosedur, bercocok tanam sesuai dengan waktunya untuk melestarikan alam.
d) Pemilihan tempat dan ruang.
2. Fungsi Kearifan Lokal
a) Pelestar ian alam,seperti bercocok tanam.
b) Pengembangan pengetahuan.
c) Mengembangkan SDM.

Pendidikan dan budaya adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, begitupula dengan budaya dan masyarakat saling terkait dan saling berjalan beriringan. Seiring dengan kemajuan masyarakat maka akan secara otomatis kebudayaan yang ada di masyarakatpun dapat terus berkembang.
Pendidikan dapat kita peroleh baik dalam jalur formal, informal, maupun non formal. Dari keriga aspek itulah saling mendukung untuk mencetak generasi bangsa yang bermoral dan bermartabat. Pendidikan dapat berjalan selaras apabila pelaku dalam pendidikan tidak megesampingkan nilai budaya, karena kita tahu bahwa budaya adalah tonggak dasar masyarakat dalam menjalankan kehidupannya, kehidupan akan berjalan dengan harmonis apabila nilai – nilai dalam budaya dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Karena kita tahu bahwa Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi. Nilai-nilai budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan, moto, visi misi, atau sesuatu yang nampak sebagai acuan pokok moto suatu lingkungan atau organisasi.
Dari penerapan nilai budaya atau kearifan budaya dalam pendidikan adalah salah salah satu usaha untuk menyokong perbaikan moral generasi muda pada khususnya dan bangsa pada umumnya. (Agus wibowo januari 2012) yang kian hari kian ambruk tertelan kemoderenan. Oleh karena itu peneliatian tentang peran kearifan budaya lokal dalam masyarakat tentunya dibidang pendidikan dapat membantu perbaikan karakter generasi bangsa perlu dilakukan.

C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas dapat dilakukan perumusan maslah sebagai berikut:
1. Bagaimana mencitrakan kepada anak tentang pentingnya kearifan budaya lokal (Kebijaksanaan) dalam pendidikan untuk membentuk generasi bangsa yang bermoral?
2. Bagaimana peran kearifan budaya lokal (Kebijaksanaan) dalam pendidikan untuk membentuk generasi bangsa yang bermoral?
3. Bagaimana menerapkan kearifan budaya lokal (Kebijaksanaan) dalam pendidikan untuk membentuk generasi bangsa yang bermoral?

D. Tujuan
Tujuan yang igin dicapai dengan adanya penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui cara pencitrakan kepada anak tentang pentingnya kearifan budaya lokal (Kebijaksanaan) dalam pendidikan untuk membentuk generasi bangsa yang bermoral.
2. Untuk mengetahui peran kearifan budaya lokal (Kebijaksanaan) dalam pendidikan untuk membentuk generasi bangsa yang bermoral.
3. Untuk mengetahui menerapkan kearifan budaya lokal (Kebijaksanaan) dalam pendidikan untuk membentuk generasi bangsa yang bermoral.

E. Luaran
Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah paparan deskriptif tentang program kearifan budaya lokal (Kebijaksanaan) dalam pendidikan untuk membentuk generasi bangsa yang bermoral. Baik tentang pencitraannya untu peserta didik khususya dan untuk membiasakan masyarakat pada umunya. Seperti yang telah dipaparkan oleh Kemendiknas bahwa pendidikan sebagai alternatif perventif, membangun generasi baru bangsa menjadi lebih baik. Melalui pendidikan karakter yang telah diinternalisasikan diberbagai tingkat, jenjang dan jalur pendidikan diharapkan krisis karakter dibangsa ini bisa segera diatasi. Lebih dari itu, pendidikan karakter sendiri merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Disamping itu juga untuk mengetahui seberapa jauh peran dan penerapan dari konsep yang kita ambil yaitu kearifan budaya lokal (Kebijaksanaan) dalam pendidikan untuk membentuk generasi bangsa yang bermoral.

F. Kegunaan
1. Manfaat Secara Teoritis
Dari penelitian ini diharapkan ilmunya dapat bermanfaat atau setidaknya bisa menjadi rujukan informasi bagi para pendidik khususnya dan masyarakat pada umunya.
2. Manfaat Praktis (nyata)
a. Untuk Peserta didik Pada TPQ Robanni
1) Dapat dijadikan acuan pada diri mereka betapa pentingnya kearifan budaya lokal (Kebijaksanaan) dalam proses pendidikan mereka dalam membentuk pribadi yang bermoral sebagai generasi bangsa.
2) Menjadi sarana pendukung bagi mereka selain dari pendidikan Agama mereka juga bisa menata diri dan memperbaikai moral mereka melalui kearifan budaya lokal (Kebijaksanaan).
b. Bagi Masyarakat Umum
1) Dapat dijadikan sebagai rujukan atau pilihan bagi para orang tua atau pendidik dalam mendidik anaknya ataupun muridnya demi memperoleh hasil seperti yang diharapkan yaitu tercapainya generasi bangsa yang bermoral melalui kearifan budaya lokal.
2) Dapat menambah pengetahuan mereka tentang bersahabatnya kearifan budaya lokal (Kebijaksanaan) dalam khidupan kita.
c. Bagi Peneliti
1) Dapat menambah wawasan kita tentang pentingya kearifan budaya lokal (Kebijaksanaan) dalam pendidikan untuk membentuk generasi bangsa yang bermoral.
2) Mendapatkan sumber belajar yang baru khususnya dalam ranah pengolahan pendidikan nonformal.

G. Gambaran Masyarakat yang Menjadi Sasaran
Banjarnegara adalah sebuah kota yang mayoritas masyarakatnya bercocok tanam atau bekerja sebagai petani. Tidak berlebihan jika terjadi seperti itu, karena memang tingkat pendidikan sangat mempengaruhi pekerjaan seseorang dan realitanya adalah moyoritas masyarakat kita masih berpendidikan rendah setrata SD atau hanya sampai SMP itulah yang menyebabkan mereka tidak punya pilihan lain melakoni sebuah pekerjaan. Sebagai gambaran - gambaran dibidang pendidikan yaitu Beberapa indikator penting untuk mengetahui intensitas pembangunan dibidang pendidikan antara lain, ialah angka partisipasi sekolah (baik kasar maupun murni) pada berbagai level sekolah, rasio guru- murid, rasio murid-kelas dan penurunan jumlah penduduk yang buta huruf. Rincianya sebagai berikut:
1. Angka Partisipasi Kasar/Murni SD/MI: 103,62% /93,67%
2. Angka Partisipasi Kasar /Murni SMP/MTs: 89,61% /79,61%
3. Angka Partisipasi Kasar/Murni SLTA/MA: 39,53%/34,57%
4. Ratio guru – murid untuk TK dan sederajatnya: 30
5. Ratio guru – murid untuk SD dan sederajatnya 23
6. Ratio guru – murid untuk SLTP dan sederajatnya: 19
7. Ratio guru – murid untuk SLTA dan sederajatnya: 17
8. Jumlah TK dan sederajatnya 251 unit
9. Jumlah SD dan sederajatnya 866 unit
10. Jumlah SMP dan sederajatnya 98 unit
11. Jumlah SLTA dan sederajatnya 36 unit
12. Jumlah PT dan sederajatnya 2 unit.
Dari data diatas sudah bisa menjadi gambaran betapa lemahnya pendidikan di Banjarnegara umumnya dan Desa Gumiwang khususnya.
Lebih mengerucut lagi pada daerah yang akan kita teliti yaitu Kecamatan Purwonwgoro, Desa Gumiwang, Dusun Mergayasa kulon tidak jauh halnya seperti keadaan banjarnegara pada umumnya. Jika dilakukan presentase maka mayoritas masyarakatnya berpendidikan tak kurang dari lulusan SMP. Ketidakmeraan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan pendidikan masih kurang, hal itu yang menjadi pemicu utama ketidak merataan pendidikan didaerah saya. Menyebabkan masyarakatnya hanya bisa mengandalkan hasil dari bertani atau berwirausaha dengan ilmu yang telah mereka dapat.
Namun untuk sekarang ini pandangan masyarakat atau pola kehidupan masyarakat sedikit terpengaruh dan pengaruh ini berdampak positif pada masyarakat itu sendiri dan pada lingkungan umumnya. Sadar bahwa generasi muda harus didampingi dan diberdayakan maka berdilah sebuah lembaga pendidikan yang termasuk pada pendidikan non formal yaitu TPQ dan Tempat Bimbingan Belajar (Bimbel) Robanni.
Ternyata Langkah brilian yang awalnya hanya perorangan kemudian menjadi sebuah lembaga dapat diterima dengan baik oleh masyarakatnya. Terbukti bahwa mayoritas anak usia SD ketika jam – jam tertentu mereka berduyun – duyun datang ketempat TPQ dan (Bimbel) yang disediakan oleh salah seorang warga, dalam artian tempat belajar mengajkar kita masi dirumah warga yang secara Cuma – Cuma disediakan. Disini terlihat bahwa kesadaran masyarakat di dusun Mergayasa kulon akan pentingnya pendidikan sudah tinggi, tinggal bagaimana cara kita mengelola dan bertahan dari gempuran zaman dan terus ber inofasi dalam pengembangan ilmu agar anak – anak tidak cepat merasa bosan akan model pengajaran yang disediakan.
Namun kita disisni mengalami keterbatasan dari pihak pengajar, karena pengajar tepap pada lembaga ini hanya satu orang sementara yang lain hanya membatu di belakang layar, Guru penganti tidak tentu ada yang ada hanya guru singgah atau guru tamu yang secara cuma – Cuma mau berbagi ilmu dengan anak – anak itupun intensitasnya sungguh jarang. Sehingga menyebabkan sering terjadi kekecewaan pada si anak karena sering mereka telah berangkat kelokasi tempat belajar mengajar berlangsung namuan tidak ada gurunya. Karena gurunya hanya satu orang sehingga sering jika ada keperluan yang memdadak harus meninggalkan anak – anaknya yang seharusnya memperoleh pengajaran.
Kemudian yang menjadi masalah disini juga pada hal inovasi dan komposisi dalam pembelajaran. Dibalik dampak baik yang sudah dirasakan oleh masyarakat namun semua itu juga ada tahap atau porsinya mungkin dua tiga tahun ini masih tetap bisa berjalan dan tepat mendapat tempat dihati masyarakat namun bagai mana dengan kedepanya jika yang diajarkan hanya mengulang pelajaran yang mereka dapat disekolah kemudian mereka hanya belajar itu – itu saja maka hasinya juga kurang optimal yang yang ingin dikembangkan disini adalah mengenalkan nilai – nilai kearifan budaya pada anak – anak agar hasinya lebih maksimal terutama untuk perbaikan moral bangsa karena kita tahu sendiri bahwa sekarang Indonesia sedang mengalami krisis moral. Dari hal hal kecil seperti mengajarkan mereka untuk tenggang rasa, saling menolong, salaing menghargai dan jujur, cinta alam dan menghargai adat dari hal kecil seperti itu mungkin akan sedikit membentuk karakter mereka dengan lebih baik untuk kedepanya.
H. Pihak Luar yang Terlibat dalam Penelitian
1. Masyarakat Dusun Mergayasa Kulon
Keberlajutan atau berjalanya suatu program ditak bisa lepas dari peran masyarakatnya itu sendiri. Karena masih ada sebagian masyaakat kiata yang masih mengenyampingkan pendidikan. Menurut mereka pendidikan cukup diterima dibangku sekolah saja.
2. Kepala Desa
Meskipun ini masih dalam lingkup desa namun TPQ dan Bimbel Robanni sanggat membutuhkan dukungan dari kepala desanya itu sendiri baik dari segi finansial (materi), moral, dan apresiasi yang tinggi dengan adanya lembaga ini. Diharapkan partisipasi dan kepedulian dari kepala desa Gumiwang, dapat semakin memajukan dan dapat saling mendukung dalam berbagai aspek.
3. Dinas Pendidikan
Dinas pendidikan dalam hal ini sangatlah berperan penting dalam proses berjalanya TPQ dan Bimbel robanni ini, baik dari segi kebijakanya maupun dari segi bantuan finansial yang dapat dimanfaatkan, jadi terjadi timbal balik antara dinas pendidikan yang mengejar suatu target misalnya terbentuknya karakter generasi bangsa khususnya dan masyarakat pada umumnya akan sedikit terbantu dengan pengembangan program yang akan dilaksanakan di TPQ dan Bimbel Robanni ini.
4. Media massa
Kita tahu bahwa pulikasi dalam suatu kegiatan atau acara sanngatlah perlu untuk dilakukan. Dari media massa itulah banyak keuntungan yang bisa kita peroleh salah satunya adalah nama kita bisa dikenal masyarakat secara luas, sehingga peserta didik tidak hanya berasal dari Dusun Mergayasa Kulon saja namun juga meluas untuk tingkat Desa Gumiwang khususnya dan kecamatan Purwonwgoro pada umumnya, sehingga diharapkan sedikit – demi sedikit dari ruang lingkup yang kecil ini kita bisa membatu pemerintah dalam pembentukan karakter dan moral bangasa melalui nilai – nilai budaya dan kearifan budaya lokal.
5. Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah disini sangat erat kaitanya dengan Dinas pendidikan, jadi dari kebijakan pemerintahlah dinas pendidikan dapat menjalankan programnya dan diharapkan dari kebijakan – kebijakan itu diharapkan dapat mendukung berlansungnya lembaga ini.

I. Metode Pelaksanaan
Ada beberapa metode yang dapat dilaksanakan dengan adanya penelitian ini antara lain:
1. Metode Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini kita lebih mengutamakan pada penekanan keingin tahuan untuk mengetahui cara pencitrakan, peran dan penerapan kepada anak tentang pentingnya kearifan budaya lokal (Kebijaksanaan) dalam pendidikan untuk membentuk generasi bangsa yang bermoral. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif deskiptif, atau lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah daripada melihat permasalahan untuk penelitian generalisas, jadi analisis untuk setiap sub lebih diperhatikan.
Sehingga diharapkan dari penelitian ini masalah yang ada dapat teridentifikasi seutuhnya dan dapat dilakukan perbaikan demi kemajuan bersama.
2. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek adalah peserta didik TPQ dan Bimbingn Belajar Robanni pada Dusun Mergayasa Kulon, Desa Gumiwang, Kecamatan Purwonegoro, Kabupaten Banjarnegara.
3. Waktu dan Tempat Penelitian
Rencana dalam penelitian ini akan dilaksanakan pada peserta didik TPQ dan Bimbingn Belajar Robanni pada Dusun Mergayasa Kulon, Desa Gumiwang, Kecamatan Purwonegoro, Kabupaten Banjarnegara. Alasan pemilihan tempat ini karena lokasi penelitian kurang terprogram dan kurang akan pembinaan. Sehingga perlu sedikit inovasi untuk proses belajar mengajar disini dan dibutuhkan output yang lebih optimal.
Penelitian ini kan dilaksanakan dalam jangka waktu 1 tahun demi tercapainya hasil yang maksimal.
















J. Daftar Pustaka
Dwi Siswoyo dkk. (2008). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta : UNY Press
Agus Wibowo. (2012). Pendidikan Karakter, Strategi Membangun karakter Bangsa yang Berperadaban. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Drs.Sumanto.M.A. , (1995) , Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan , Yogyakarta : Andi Offset