Selasa, 29 Mei 2012

Download

http://dl.dropbox.com/u/82240455/kholisa/Habiburrahman%20El%20Shirazy%20-%20Pudarnya%20Pesona%20Cleopatra.pdf

Shalat


URGENSI SHALAT
Shalat adalah rukun islam kedua. Jika kita sudah bersaksi tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, maka sejak itulah shalat menjadi suatu hal yang wajib bagi kita untuk dikerjakan dan tidak boleh ditinggalkan. Allah memerintahkan manusia untuk mendirikan shalat lima waktusebagai bentuk ibadah dan balas budi kita kepada Allah SWT, serta sebagai bentuk rasa syukur kita kepada sang Pencipta.
Shalat merupakan salah satu cara untuk mengingat Allah SWT di kala manusia sedang sibuk dengan urusan duniawi, agar kita selalu dekat dengan-Nya. Ketika kita sedang konsentrasi kerja karena pekerjaan belum selesai namun suara adzan memanggil kita untuk menuju kepada keberuntungan (hayya ala al-falaah), maka dengan segera kita harus memenuhi panggilan itudan meninggalkan pekerjaan. Akan tetapi hal tersebut sangat sulit, karena mendirikan shalat adalah halyang sangat berat sekali, kecuali bagi orang yang mendapat hidayah Allah SWT. Oleh karena itu, marilah kita dirikan shalat meski sangat berat sekali, karena Allah menjajikan pahala bagi orang yang mendirikan shalat.
Artinya: “Dan orang-orang yang berpegang teguh dengan Al kitab (Taurat) serta mendirikan shalat, (akan diberi pahala) karena Sesungguhnya Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang Mengadakan perbaikan.” (QS. Al-A’raaf: 170)
Shalat yang diperintahkan kepada kita (manusia) tidak hanya sebagai sebuah kewajiban kepada Allah semata, akan tetapi manusia (pelaksana shalat) dijanjikan surga yang indah tiada terkira dan banyak pahala serta rahmat Allah SWT yang akan terus mengalir mengikuti manusia. Selain itu, shalat juga mempunyai peran dan fungsi tersendiri bagi manusia (pelaksananya). Yaitu shalat bisa mencegah kemungkaran dan lebih-lebih mendorong ‘amar ma’ruf. Tentu tidak dapat dibayangkan. Eksistensinya, shalat adalah salah satu proses untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta dan sang pengatur, dan membutuhkan sepenuh ketulusan dan ketaatan manusia. Sehingga manusia cenderung berbuat kebajikan.
Meskipun demikian, masih banyak manusia yang mengacuhkan perintah Allah tersebut. Mereka meninggalkan shalat. Mereka seolah-olah tidak mau tahu akan wajibnya shalat dan manfaatnya shalat. Mereka lebih senang dengan hal-hal yang berhubungan dengan duniawi saja dan menuruti hawa nafsunya belaka. Sebagaimana dalam firman-Nya:
Artinya: “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (QS. Al-Maryam: 59)
Ayat di atas menegaskan bahwa orang yang meninggalkan shalat akan mendapat ganjaran yang berupa siksa, dan akan menemui kesesatan, baik itu di dunia maupun di akhirat kelak. Selain itu, selama nyawa kita masih bersemanyam dalam jiwa, selama matahari masih bersinar, tidak ada alasan untuk meninggalkan shalat. Allah SWT menjelaskan di beberapa ayat lain tentang pentingnya shalat, manfaat dan peran shalat, dan fungsi shalat, serta siksaan dan kesesatan bagi orang yang meninggalkannya, yang sebenarnya manusialah (orang yang mendirikan shalat) yang akan menuai buah pahalanya. Sebagaimana dalam firman-Nya:
Artinya: “dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup.”(QS. Maryam: 31)






Selasa, 08 Mei 2012

Belajar merajut nyook

Selasa, 01 Mei 2012

Makalah Perkembangan masyarakat dan Budaya



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ensiklopedia Administrasi(disusun oleh staf Dosen Balai Pembinaan Administrasi Universitas Gadjah Mada)menyatakan pemimpin adalah orangyang melakukan kegiatan atau proses mempengaruhi orang lain dalam suatu situasitertentu, melalui proses komunikasi, yang diarahkan guna mencapaitujuan/tujuan-tujuan tertentu
Pemimpin adalah pengatur kegiatan kelompoknya denganjalan mempengaruhi kelompoknya agar melakukan kegiatan demi tercapainya suatutujuan yang sudah ditentukan sebelumnya.
Dewasa ini banyak sekali pemimpin yang kurang mampudalam memimpin kelompoknya. Hal ini disebabkan karena sering terjadiketidakjujuran dan kecurangan dalam proses pemilihan pemimpin sehinggamengakibatkan terpilihnya pemimpin yang kurang mampu dalam memimpin dandampaknya yaitu kelompok yang dipimpin mengalami ketidak harmonisan kemudianbanyak terjadi kerusuhan.
Soedarmo dalam artikelnya yangberjudul “Perspektif Kepemimpinen Dalam Islam” menyatakan didalam konsep Islam,pemimpin merupakan hal yang sangat final dan fundamental. Ia menempati posisitertinggi dalam bangunan masyarakat Islam. Dalam kehidupan berjama'ah, pemimpinibarat kepala dari seluruh anggota tubuhnya. Ia memiliki peranan yang strategisdalam pengaturan pola (minhaj) dan gerakan (harakah). Kecakapannya dalam memimpinakan mengarahkan ummatnya kepada tujuan yang ingin dicapai, yaitu kejayaan dankesejahteraan ummat dengan iringan ridho Allah (Qs. 2 : 207).
Pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang caramemimpinya beracuan Al-Quran dan Hadist sebagai sumber hukum utama ajaranIslam. Tidak semata-mata membuat aturan sendiri yang menyimpang dari ajaranIslam. Banyak sekali orang yang kurang tahu tentang kriteria pemimpin menurutpandangan Islam dan cara memimpin dalam Islam. Keaadaan ini sangatmengkhawatirkan, melihat banyaknya perilaku masyarakat yang tidak sesuai denganyang diajarkan dalam Islam. Salah satu penyebab dari kekacauan yang akhir-akhirini terjadi adalah peran pemimpin yang kurang mampu membawa masyarakat kearahyang lebih baik.

B. PerumusanMasalah
Setelah penjelasan tentang definisi pemimpin sudahdipaparkan sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana sejarahKepemimpinan dalam Islam?
2. Bagaimana Pemimpin yangbaik menurut pandangan Islam?
3. Bagaimana kriteriadalam menentukan Pemimpin yang ideal?
4. Bagaimanan caramenyikapi Pemimpin yang tidak sesuai dengan ajaran Islam


BAB II
PEMBAHASAN

A. SejarahKepemimpinan Islam
Seributahun lebih ummat Islam di pimpin dalam bentuk kerajaan yang kemudian meminjamnama khilafah sebagai nama dari bentuk pemerintahan mereka, padahal pewarisankepemimpinan tidak pernah ada dalam ranah pemikiran Islam.
SejakRasulullah SAW wafat sejarah mencatat empat kali pergantian kepemimpinankhilafah Islamiyah yang di sepakati oleh para sahabat. Namun sejak akhirkepemimpinan Ali R.A perubahan khilafah berubah tanpa bisa di bendung olehkeinginan syahwat kepemimpinan ummat manusia. Bisa di katakan dari sinilah awalperdebatan akan Islam dan khilafah mulai begulir dengan panas.
DinastiUmawiyah berdiri tegak sejak tahun 41 H (661 M) di Damaskus yang dideklarasikan oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan berumur kurang lebih 90 tahundimulai pada masa kekuasaan Muawiyah sebagai khalifah pertama. Pemerintahanyang bersifat demokratis yang pernah berlangsung selama pemerintahankhulafaurrasyidin berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun temurun),yang diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, bukan denganpemilihan atau suara terbanyak (syura). Suksesi kepemimpinan secara turuntemurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakansetia terhadap anaknya, Yazid. Muawiyah bermaksud mencontoh monarchi di Persiadan Bizantium. Dia memang tetap menggunakan istilah khalifah, namun diamemberikan interprestasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatantersebut. Dia menyebutnya “khalifah Allah” dalam pengertian “penguasa” yangdiangkat oleh Allah.
Padatahun 743 M kekuasaan khilafah Umawiyah habis di Jazirah Arab, sejak jatuhnyakhilafah Umawiyah kepemimpinan ummat Islam tetap berjalan namun berbentukkerajaan kecil selama berapa tahun lamanya. Setelah dinasti Umawiyah makinlemah disusul pemberontakan terjadi di mana-mana maka pada tahun 132 H (750 M)dinasti Abbasiyah muncul mendeklarasikan khilafah. Sistem kepemimpinannyameneruskan gaya kepemimpinan dinasti sebelumnya. Keilmuan yang makin matang ditengah-tengah masyarakat Islam membawa gaya kepemimpinan dinasti ini banyakmengalami perubahan. Selama dinasti berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkanberbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya.
DinastiAbbassiyah hancur akibat serangan bala tentara Hulagu Khan dari Mongol padatahun 1258 M, akibat penyerangan ini, kota Baghdad yang di kenal sebagai pusatkeilmuan Islam luluh lantak, peradaban Islam yang pernah mencapai keemasannyahilang dalam hitungan hari, hingga menjadikan masa ini titik awal kemunduranummat Islam.
Tahun1288 M seorang pemimpin dari Asia Tengah bernama Usman yang cukup gigih,disegani dan kuat memulai kepemimpinan Khilafah Utsmaniyah, sistemkepemimpinannya mengikuti dua dinasti besar yang telah mendahuluinya,kepemimpinannya berakhir pada tahun 1924 M setelah mengalami pembangkrutan dariimperialis serta kudeta yang dilakukan oleh seorang Jendral Kemal Attaturk.Membaca sejarah kepemimpinan tiga dinasti yang pernah menjadi pusatpemerintahan ummat Islam dapat kita mengambil kesimpulan bahwa kepemimpinan (khilafah)yang sering kali kita baca dalam literatur Islam tercermin dalam bentukpewarisan kekuasaan diantara keluarga sebuah klan.
B. Pemimpin yang Baik Menurut Islam
Perihalmengenai kepemimpinan dalam Islam merupakan suatu wacana yang selalu menarikuntuk didiskusikan. Wacana kepemimpinan dalam Islam ini sudah ada danberkembang, tepatnya pasca Rasulullah SAW wafat. Wacana kepemimpinan ini timbulkarena sudah tidak ada lagi Rasul atau nabi setelah Nabi Muhammad SAW wafat.Maka ada bebrapa kriteria pemimpin yang baik
  1. Beriman & Bertaqwa dengan sebenarnya, yaitu: mampu memelihara hubungan baiknya dengan Allah (seperti dengan shalat), memelihara hubungan baiknya dengan manusia (seperti dengan zakat) & tunduk secara bersama kepada Allah, Rasul-Nya & orang-orang beriman.
  2. Amanah /credible / dapat dipercaya sebagai wujud keimanannya pad Allah (HR. Ahmad, QS. 2: 283). Allah mengisyaratkan untuk mengangkat “pelayan rakyat” yang kuat & dapat dipercaya (الْقَوِيُّ الْأَمِينُ : QS. 28: 26). Secara umum, orang dipercaya karena 2 hal, yaitu:
    1. Integritas kepribadiannya, seperti: shiddiq (benar & jujur), adil, ramah, istiqamah & bertanggung jawab. Uswatun hasanah
    2. Kemampuannya, seperti: profesional/ahli dalam memenej tugas, atau fathanah /cerdas. Pemimpin yang fathanah harus memiliki 3 kecerdasan, yaitu:
i. Kecerdasanintelektual: Berilmu, berwawasan luas, cerdas-kreatif, memiliki pandangan jauhke depan / visioner (QS. 59: 18)
ii. Kecerdasanspiritual: Kemampuan menterjemahkan kehendak Allah dalam pikiran, sikap &prilaku. Dia melakukan sesuatu bukan karena yang lain melainkan hanya karenaAllah semata (Ikhlas)
iii. Kecerdasanemosional: Sabar, yakni mampu mengendalikan emosi jiwanya, tahu kapan harusbertindak tegas & kapan toleran.
  1. Syajâ‘ah, yaitu: berani menyatakan kebenaran & memutuskan perkara secara adil & bijak, serta berani menyeru pada kebaikan & mencegah kemungkaran. Hanya orang yang benar-benar bersih & yakin akan kebenaran yang diperjuangkannya serta takut pada Allah yang berani menyampaikan kebenaran risalah Ilahi.
  2. Mencintai & dicintai Rakyatnya, Bukti kecintaan pemimpin terhadap rakyatnya yaitu dia kenal & dekat dengan rakyatnya, peka dan peduli terhadap nasib rakyatnya, tidak mau menyusahkan mereka dan selalu mendoakannya. Kemampuan merasakan penderitaan manusia dan sangat peduli dengan keselamatan mereka, dan dimiliki oleh Nabi saw yang tulus mencintai mereka.
  3. Uswatun Hasanah, yaitu: bisa menjadi teladan yang baik dan teduh sehingga mampu mendidik orang yang dipimpinnya dengan keteladanan dan nasihat yang baik pula.
C. Kriteria DalamMenentukan Pemimpin yang Ideal
Beberapa faktor yang menjadi kriteria yang bersifat general danspesifik dalam menentukan pemimpin tersebut adalah antara lain :
1. Faktor Keulamaan
Dalam Qs. 35 : 28, Allah menerangkan bahwa diantara hamba-hambaAllah, yang paling takut adalah al-‘ulama. Hal ini menunjukkan bahwa apabilapemimpin tersebut memiliki kriteria keulamaan, maka dia akan selalumenyandarkan segala sikap dan keputusannya berdasarkan wahyu (Al-Qur'an). Diatakut untuk melakukan kesalahan dan berbuat maksiat kepada Allah.
Berdasarkan Qs. 49 : 1, maka ia tidak akan gegabah dan membantahatau mendahului ketentuan yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. Dalampengambilan keputusan, ia selalu merujuk kepada petunjuk Al-Qur'an danAl-Hadits.
Berdasarkan Qs. 29 : 49, maka seorang pemimpin yang berkriteriaulama, haruslah memiliki keilmuan yang dalam di dalam dadanya (fii shudur). Iaselalu menampilkan ucapan, perbuatan, dan perangainya berdasarkan sandaranilmu.
Berdasarkan Qs. 16 : 43, maka seorang pemimpin haruslah ahluadz-dzikri (ahli dzikir) yaitu orang yang dapat dijadikan rujukan dalammenjawab berbagai macam problema ummat.
2. Faktor Intelektual (Kecerdasan)
Seorang calon pemimpin haruslah memiliki kecerdasan, baik secaraemosional (EQ), spiritual (SQ) maupun intelektual (IQ).
Dalam hadits Rasulullah melalui jalan shahabat Ibnu Abbas r.a, bersabd: "Orangyang pintar (al-kayyis) adalah orang yang mampu menguasai dirinya dan beramaluntuk kepentingan sesudah mati, dan orang yang bodoh (al-‘ajiz) adalah orangyang memperturutkan hawa nafsunya dan pandai berangan-angan atas Allah dengansegala angan-angan." (HR. Bukhari, Muslim, Al-Baihaqy)
Hadits ini mengandung isyarat bahwa seorang pemimpin haruslah orangyang mampu menguasai dirinya dan emosinya. Bersikap lembut, pemaaf, dan tidakmudah amarah. Dalam mengambil sikap dan keputusan, ia lebih mengutamakan hujjahAl-Qur'an dan Al-Hadits, daripada hanya sekedar nafsu dan keinginan-nya. Iaakan menganalisa semua aspek dan faktor yang mempengaruhi penilaian danpengambilan keputusan.
Berdasarkan Qs. 10 : 55, mengandung arti bahwa dalam mengambil danmengajukan diri untuk memegang suatu amanah, haruslah disesuaikan dengankapasitas dan kapabilitas (kafa'ah) yang dimiliki (Qs. 4 : 58).
Rasulullah berpesan : "Barangsiapa menyerahkan suatu urusankepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya."
3. Faktor Kepeloporan
Berdasarkan Qs. 39 : 12, maka seorang pemimpin haruslah memilikisifat kepeloporan. Selalu menjadi barisan terdepan (pioneer) dalam memerankanperintah Islam.
Berdasarkan Qs. 35 : 32, maka seorang pemimpin haruslah berada padaposisi hamba-hamba Allah yang bersegera dalam berbuat kebajikan (sabiqun bilkhoiroti bi idznillah)
Berdasarkan Qs. 6 : 135, maka seorang pemimpin tidak hanya ahli dibidang penyusunan konsep dan strategi (konseptor), tetapi haruslah juga orangyang memiliki karakter sebagai pekerja (operator). Orang yang tidak hanyapandai bicara, tetapi juga pandai bekerja.
Berdasarkan Qs. 6 : 162 - 163, maka seorang pemimpin haruslah orangyang tawajjuh kepada Allah. Menyadari bahwa semua yang berkaitan dengandirinya, adalah milik dan untuk Allah. Sehingga ia tidak akan menyekutukanAllah, dan selalu berupaya untuk mencari ridho Allah (Qs. 2 : 207)
Berdasarkan Qs. 3 : 110, sebagai khoiru ummah (manusia subjek) makaseorang pemimpin haruslah orang yang selalu menyeru kepada yang ma'ruf,mencegah dari perbuatan yang mungkar, dan senantiasa beriman kepada Allah.
4. Faktor Keteladanan
Seorang calon pemimpin haruslah orang yang memiliki figurketeladanan dalam dirinya, baik dalam hal ibadah, akhlaq, dsb.
Berdasarkan Qs. 33 : 21, maka seorang pemimpin haruslah menjadikanRasulullah sebagai teladan bagi dirinya. Sehingga, meskipun tidak akan mencapaititik kesempurnaan, paling tidak ia mampu menampilkan akhlaq yang baik layaknyaRasulullah.
Berdasarkan Qs. 68 : 4, maka seorang pemimpin haruslah memilikiakhlaq yang mulia (akhlaqul karimah), sehingga dengannya mampu membawaperubahan dan perbaikan dalam kehidupan sosial masyarakat.
Faktor akhlaq adalah masalah paling mendasar dalam kepemimpinan.Walaupun seorang pemimpin memiliki kecerdasan intelektual yang luar biasa,tetapi apabila tidak dikontrol melalui akhlaq yang baik, maka ia justru akanmembawa kerusakan (fasada) dan kehancuran.

5. Faktor Manajerial (Management)
Berdasarkan Qs. 61 : 4, maka seorang pemimpin haruslah memahami ilmumanajerial (meskipun pada standar yang minim). Memahami manajemen kepemimpinan,perencanaan, administrasi, distribusi keanggotaan, dsb.
Seorang pemimpin harus mampu menciptakan keserasian, keselarasan,dan kerapian manajerial lembaganya (tandhim), baik aturan-aturan yang bersifatmengikat, kemampuan anggota, pencapaian hasil, serta parameter-parameterlainnya.
Dengan kemampuan ini, maka akan tercipta tanasuq (keteraturan),tawazun (keseimbangan), yang kesemuanya bermuara pada takamul (komprehensif)secara keseluruhan.
Oleh karena itu, mari kita lebih berhati-hati dalam menentukan imamatau pemimpin kita. Karena apapun akibat yang dilakukannya, maka kita pun akanturut bertanggung jawab terhadapnya. Jika kepemimpinannya baik, maka kita akanmerasakan nikmatnya. Sebaliknya, apabila kepemimpinannya buruk, maka kita punakan merasakan kerusakan dan kehancurannya. Wallahu a'lam bish-showwab.
D. Cara Menyikapi Pemimpin yang Tidak Sesuai Dengan Ajaran Islam
Sikap Pertama.Memberikan Nasihat
Memberikannasihat kepada penguasa zalim merupakan perintah klasik Allah Jalla wa ‘ Alakepada Nabi Musa dan Nabi Harun ‘alaihimas salam untuk meluruskankezaliman Fir’aun. Ini menunjukkan bahwa nasihat dan ajakan kepada kebaikanmerupakan upaya penyembuhan pertama bagi penguasa zalim, bahkan bagi siapa sajayang menyimpang. Para fuqaha’ sepakat bahwa hukuman di dunia bagi orangyang meninggalkan shalat secara sengaja baru bisa ditegakkan bila ia engganbertaubat setelah diperintahkan untuknya bertaubat. Memerangi orang kafir punbaru dimulai ketika da’wah telah ditegakkan, namun mereka membangkang. Allah Ta’alaberfirman:
“Pergilah engkau (Musa) kepada Fir’aun karena ia telah thagha”(QS.Thaha:24, Qs. An Nazi’at: 17)
“Pergilah engkauberdua (Musa dan Harun) kepada Fir’aun karena ia telah thagha” (QS. Thaha: 43)
Thagha (طغى)adalah melampaui batas dalam kesombongan dan melakukan penindasan (diktator)(Khalid Abdurrahman al ‘Ik, Shafwatul Bayan li Ma’anil Qur’anil Karim,hal. 313) juga berarti menyimpang dan sesat (ibid, hal. 314) dan kufurkepada Allah ‘Azza wa Jalla (Ibid, hal. 584)
Berkata Imam IbnuKatsir -rahimahullah “Maksudnya (Fir’aun) telah melakukan penindasan danmenyombongkan diri.” (Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’anul Azhim, 4/ 468)
Beliau juga berkata, “Pergilah engkau (Musa) kepadaFir’aun, penguasa
Mesir, yang telahmengusir dan memerangimu, ajaklah ia untuk ibadah kepada Allah satu-satunya,tiada sekutu bagiNya, dan hendaknya ia berbuat baik kepada Bani Israel, janganmenyiksa mereka. Sesungguhnya ia telah melampaui batas dan membangkang, danlebih mengutamakan kehidupan dunia dan melupakan Rabb yang Maha Tinggi.” (Ibid,3/146)
Jadi,ada alasan yang jelas kenapa Fir’aun harus diluruskan karena ia melampauibatas, sombong, menindas, sesat, kufur dan membangkang kepada Allah Ta’ala.Inilah ciri khas penguaza zalim, bisa terjadi pada siapa saja, di mana saja dankapan saja.
Mengutarakannasihat dan kalimat yang haq kepada penguasa yang zalim merupakan amalmulia, bahkan disebut sebagai afdhalul jihad (jihad paling utama) (HR.Imam Abu Daud), dan jika ia mati terbunuh karena amar ma’ruf nahi munkarkepada penguasa yang zalim maka ia termasuk penghulu para syuhada, bersamaHamzah bin Abdul Muthalib (HR. Imam Hakim, shahih, dan disepakati ImamAdz Dzahabi)
Sikap Kedua. TidakMentaatinya
Tidakmentaati penguasa yang telah keluar dari tuntunan syara’, baikperilakunya, keputusannya, dan undang-undangnya, telah dikemukakan Al Qur’andan As Sunnah yang suci. Al Qur’an dan As Sunnah tidak pernah memberikanketaatan mutlak kepada makhluk. Ketaatan mutlak hanya kepada Allah danRasulNya. Ini telah menjadi kesepakatan ulama sejak dahulu hingga kini, dan takada perselisihan di antara mereka.
Allah ‘Azza waJalla berfirman:
“Hai orang-orangberiman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada RasulNya, dan Ulil Amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, makakembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (As Sunnah), jika kamuberiman kepada Allah dan hari akhir …” (QS.An Nisa: 59)
SyaikhAbdurrahman bin Nashir as Sa’di dalam tafsirnya berkata, “Perintah taat kepadaUlil Amri terdiri dari para penguasa, pemimpin, dan ahli fatwa.” Ia mengatakanini bukanlah perkara yang mutlak, “tetapi dengan syarat bahwa ia tidakmemerintahkan maksiat kepada Allah. Sebab jika mereka diperintah berbuat demikian, maka tidak ada ketaatan seorangmakhluk dalam kemaksiatan terhadap Khaliq. Mungkin inilah rahasiapeniadaan fiil amr (kata kerja perintah) untuk mentaati mereka (athi’u),yang tidak disebutkan sebagaimana layaknya ketaatan pada Rasul. Karena Rasul hanyamemerintah ketaatan kepada Allah, dan barangsiapa yang mentaatinya, ia telahtaat kepada Allah. Sedangkan Ulil Amri, maka perintah mentaati mereka terikatsyarat, yaitu sebatas tidak melanggar atau bukan maksiat.” (Tafsirul Karimar rahman fi Tafsir Kalam al Manan, 2/42)
ImamIbnu Katsir berkata, tentang makna Ulil Amri, “Ahli fiqh dan Ahli Agama,demikian juga pendapat Mujahid, ‘Atha, Hasan al Bashri, dan Abul ‘Aliyah.” IbnuKatisr juga mengatakan Ulil Amri bisa bermakna umara. Lalu ia berkata:(Taatlah kepada Allah) maksudnya ikuti kitabnya, (taatlah kepada Rasul)maksudnya ambillah sunahnya, (dan ulil amri di antara kalian) yaitu dalam hal yang engkau diperintah dengannyaberupa ketaatan kepada Allah dan bukan maksiat kepada Allah, karena tidak adaketaatan kepada makluk dalam maksiat kepada Allah. Sebagaimana dalamhadits shahih “Sesungguhnya ketaatan hanya dalam hal yang ma’ruf” (HR.Bukhari). dan imam Ahmad meriwayatkan dari Imran bin Hushain bahwa Rasulullah Shallallahu‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Tidak ada ketaatan dalam maksiat kepadaAllah.” (Tafsir Al Qur’anul Azhim, 1/518)
Imamal Baidhawi, berkata tentang makna Ulil Amri di antara kamu , “Parapemimpin umat Islam pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallamdan setelahnya secara umum, seperti penguasa, hakim,dan panglima perang, dimanamanusia diperintah untuk mentaati mereka setelah perintah untuk berbuat adil. Kewajiban taat ini berlaku selama merekadalam kebenaran.” (Anwarut Tanzil w a Asrarut Ta’wil, 2/94-95)
Imamar Razi berkata, “Ketaatan kepada para pemimpin hanya jika mereka di ataskebenaran. Sedangkan taat kepada parapemimpin dan sultan yang zalim tidak wajib, bahkan haram.” (MafatihulGhaib, 3/244)
Masih banyak ayatlain yang memerintahkan tidak mentaati manusia (penguasa) yang zalim. Diantaranya firman Allah Ta’ala:

“Dan janganlah kamutaati orang-orang yang melampuai batas.(yaitu) mereka yang membuat kerusakan dibumi dan tidak mengadakan perbaikan.”(QS. Asy Syu’ara: 151-152)
BerkataAbul A’la al Maududi dalam Al Hukumah Al Islamiyah, “Janganlah engkausemua mentaati perintah para pemimpin dan panglima yang kepemimpinannya akanmembawa kerusakan terhadap tatanan kehidupan kalian.”
Ayat lain:
“Dan janganlahkalian taati orang yang Kami lupakan hatinya untuk mengingat Kami dan iamengikuti hawa nafsu dan perintahnya yang sangat berlebihan.” (QS. Al Kahfi: 28)
Taat kepedapenguasa yang zalim merupakan bentuk ta’awun (tolong menolong) dalamdosa dan kesalahan, padahal Allah Ta’ala berfirman: “Dan janganlahkalian saling tolong menolong dalam dosa dan kesalahan.” (QS. Al Maidah:2)
Dalamhadits juga tidak sedikit tentang larangan mentaati perintah kemaksiatan, diantaranya:
Dari Abdullah binUmar radhiallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam bersabda: “Dengar dan taat atas seorang muslim dalam hal yang iasukai dan ia benci, selama ia tidak diperintah untuk maksiat. Jika diperintahuntuk maksiat, maka jangan dengar dan jangan taat.” (HR. Bukhari. Al Lu’lu’wal Marjan, no. 1205)
Sikap Ketiga:Mencopot Pemimpin Zalim dari Jabatannya
Pemimpinmerupakan representasi dari umat, merekalah yang mengangkatnya melalui wakilnya(Ahlul Halli wal Aqdi), maka mereka juga berhak mencopotnya jika adaalasan yang masyru’ dan logis.
Menurut UbnuKhaldun, meminta copot pemimpin yang zalim bukanlah termasuk pemberontakan danpembangkangan (bughat) apalagi disebut khawarij seperti tuduhansebagian kalangan, pembangkangan hanyalah layak disebut jika meminta pencopotanterhadap pemimpin yang benar dan adil. Bukti yang paling jelas adalahperlawanan keluarga Husein radhiallahu ‘anhu terhadap khalifah Yazid binMu’awiyah. Ibnu Khaldun menyebut Husein ‘Seorang syahid yang berpahala’, atauperlawanannya seorang tabi’in ternama,
Saidbin Jubeir terhadap gubernur zalim bernama Al Hajjaj. Ketahuilah, yang dilawan oleh kaum khawarijadalah pemimpin yang sah dan adil, yaitu Ali bin Abi Thalib radhiallahu‘anhu. Sedangkan yang kita bincangkan adalah perlawanan terhadap penguasayang zalim dan tiran, sebagaimana yang banyak dilakukan aktifis gerakan Islamdi banyak negara saat ini. Tentu nilai perlawanan ini tidak sama.
Ternyatapandangan ini dibenarkan oleh banyak ulama (sebenarnya para ulama berselisihpendapat tentang pencopotan penguasa yang zalim).
Imam at Taftazanidalam Syarah al Aqaid an Nafsiyah meriwayatkan bahwa Imam Asy Syafi’i radhiallahu‘anhu berpendapat bahwa Imam bisa dicopot karena kefasikan dan pelanggarannya,begitu juga setiap hakim dan pemimpin lainnya.
ImamAbdul Qahir al Baghdadi mengatakan, “Jika pemimpin menjauhkan diri daripenyimpangan, maka kepemimpinannya dipilih karena keadilannya, sehinggakesalahannya tertutup oleh kebenaran. Jika ia menyimpang dari jalan yang benar,maka harus dilakukan pergantian, mengadilinya, dan mengambil kekuasaannya.Dengan demikian, ia telah diluruskan oleh umat atau ditinggalkan sama sekali.”
Imamal Mawardi menyatakan ada dua hal seorang Imam telah keluar darikepemimpinannya, yaitu ia tidak adil dan cacat fisiknya. Cacat keadilannya bisabermakna mengikuti hawa nafsu dan melakukan syubhat. Ketidakadilan bisajuga bersifat individu seperti meninggalkan shalat, minum khamr, atauurusan umum seperti menyalahgunakan jabatan.
Imamal Ghazali berkata, “Seorang penguasa yang zalim hendaknya dicopot darikekuasaannya; baik dengan cara ia mengundurkan diri atau diwajibkan untukdicopot. Dengan itu ia tidak dapat berkuasa.”
Imamal Iji mengatakan, “Umat berhak mencopot Imam tatkala ada sebab yangmengharuskannya, atau sebagaimana yangdikatakan pensyarah, sebab yangmembahayakan umat dan agama.”
Imam Ibnu Hazmberkata, “Imam Ideal wajib kita taati, sebab ia mengarahkan manusia dengankitabullah dan sunah rasulNya. Jika ada menyimpang dari keduanya, maka harusdiluruskan, bahkan jika perlu diberi hukuman had . jika hal itu tidakmembuatnya berubah, maka ia harus dicopot dari jabatannya dan diganti orang lain.”
Sebenarnyapara ulama ini berbeda pendapat tentang alasan pencopotannya. Imam Syafi’i danImam al Haramain mensyaratkan jika penguasa itu fasik dan melanggar. Imam asySyahrustani mengatakan; kebodohan, pelanggaran, kesesatan, dan kekufuran. Imamal Baqillani menyebutkan jika Imam telah kufur, meninggalkan shalat wajib,fasik, mengambil harta orang lain, mengajak ke yang haram, mempersempit haksosial, dan membatalkan hukum-hukum syariat. Imam al Mawardi menyatakan;ketidak adilan dan cacat fisik.



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa dari dulu zaman Nabi lalu Khulafaur Rasyidinsampai sekarang seorang pemimpin mempunyai sesuatu innerbeauty tersendiri yangbisa menarik perhatian dan mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya. Dalam pemilihannyapun terselenggara denganmufakad atau diskusi. Namun menjadi seorang pemimpin juga harus tahubatasan-batasan seorang pemimpin.Tidak hanya sekedar tahu, pemimpin juga harusada bukti/realisasi atas katahuannya tentang menjadi pemimpin yang baik sesuaidengan Islam.
B. Saran
· Kepemimpinandalam Islam secara kontekstelual seharusnya bisa dilaksanakan dalam sistempemerintahan negara
· Kitasepatutnya berani menegur pemimpin yang berlaku menyimpang dari ajaran agama
· Sebagaimasyarakat kita harus mematuhi pemimpin yang sudah kita pilih
· Dalampemilihan pemimpin seharusnya melalui kesepakatan atau musyawarah
· Seorang pemimpin harus mampumenciptakan keserasian, keselarasan, dan kerapian manajerial lembaganya(tandhim), baik aturan-aturan yang bersifat mengikat, kemampuan anggota,pencapaian hasil, serta parameter-parameter lainnya.



DAFTAR PUSTAKA:
H. Munawir Sjadzali, M.A ; 1993 ; Islam dan Tata Negara :Ajaran, Sejarah, Pemikiran; Jakarta ; UI-Perss
http://www.saefudin.info/2009/03/mencermati-kepemimpinan-rasulullah-saw.html
http://www.ppalanwar.com/news/177/13/KONSEP-KEPEMIMPINAN-ISLAM/d,detail_news_mawaidl/
http://media.kompasiana.com/buku/2011/02/14/muhammad-saw-tauladan-kepemimpinan-sepanjang-masa/
http://sejarah.kompasiana.com/2011/12/09/enam-presiden-yang-telah-mewarnai-nkri/